KEPAILITAN
PERUSAHAAN
Kepailitan merupakan suatu
proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar
utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga,
dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat
dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah.
Dari sudut sejarah hukum,
undang-undang kepailitan pada mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditur
dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk menyelesaikan utang yang tidak
dapat dibayar.
Peraturan
Perundangan tentang Kepailitan
Sejarah perundang-undangan
kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun yang lalu yakni sejak
1906, sejak berlakunya “Verordening op het Faillissement en Surceance van
Betaling voor de European in Indonesia” sebagaimana dimuat dalam Staatblads
1905 No. 217 jo. Staatblads 1906 No. 348 Faillissementsverordening. Dalam tahun
1960-an, 1970-an secara relatip masih banyak perkara kepailitan yang diajukan
kepada Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia, namun sejak 1980-an hampir tidak
ada perkara kepailitan yang diajukan ke Pengadilan negeri. Tahun 1997 krisis
moneter melanda Indonesia, banyak utang tidak dibayar lunas meski sudah
ditagih, sehingga timbul pikiran untuk membangunkan proses kepailitan dengan
cara memperbaiki perundang-undangan di bidang kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang atau biasanya disingkat PKPU.
Pada tanggal 20 April 1998
pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1
tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan yang
kemudian telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang-Undang,
yaitu Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No.
1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan tanggal 9
september 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 nomor 135).
Tujuan
utama kepailitan
Adalah untuk melakukan
pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur oleh kurator. Kepailitan
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah
oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga
kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak
masing-masing.
Lembaga kepailitan
Pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang
memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitur dalam keadaan
berhenti membayar/tidak mampu membayar.
Lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai
dua fungsi sekaligus, yaitu:
kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan
kepada kreditur bahwa debitur tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung
jawab terhadap semua hutang-hutangnya kepada semua kreditur.
kepailitan sebagai lembaga yang juga memberi
perlindungan kepada debitur terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh
kreditur-krediturnya. Jadi keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai
suatu lembaga atau sebagai suatu upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian
konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal
1131 dan 1132 KUH Perdata.
pihak yang
dapat melakukan permintaan kepailitan
1. Debitur
2. Kreditur
3. Kejaksaan demi kepentingan umum
4. Bank Indonesia
5. Badan Pengawas Pasar Modal
Contoh Perusahaan yang
pailit
Kasus pailitnya Televisi Pendidikan Indonesia
(TPI) tentu telah menjadi catatan sejarah perkembangan televisi di tanah air.
Stasiun televisi yang didirikan putri sulung Presiden Soeharto, Siti Hardijanti
Rukmana alias Mbak Tutut ini pertama kali mengudara pada 1 Januari 1991. Di
awal mengudara, TPI hanya bersiaran selama 2 jam, yakni pukul 19.00-21.00 WIB.
Studio siarannya pun masih nebeng, yakni di Studio 12 TVRI Senayan, Jakarta.
Secara bertahap, TPI mulai memanjangkan
durasi tayangnya. Hingga pada akhir 1991, TPI sudah mengudara selama
8 jam sehari. Sejak awal, kinerja keuangan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh
PT Cipta Lamtoro Gung Persada ini memang buruk. Termasuk ketika memutuskan
keluar dari naungan TVRI dan menjadi stasiun televisi dangdut pada pertengangan
1990-an. Puncaknya, pada 2002 posisi utang TPI sudah mencapai Rp 1,634 triliun.
Mbak Tutut pun kelimpungan. Ancaman pailit pun terjadi.
Di tengah kondisi tersebut, Mbak Tutut
meminta bantuan kepada Henry Tanoesoedibjo (HT) untuk membayar sebagian
utang-utang pribadinya. Sekadar info, saat itu HT menjabat sebagai Direktur
Utama PT Bimantara Citra Tbk (BMTR) yang sekarang berubah nama menjadi PT
Global Mediacom Tbk (BMTR). Bimantara Citra merupakan perusahaan kongsi antara
Bambang Trihatmojo, adik Mbak Tutut dengan HT dan kawan-kawan.
Akhirnya BMTR sepakat untuk membayar sebagian
utang mbak Tutut sebesar US$ 55 juta dengan kompensasi akan mendapat 75% saham
TPI. Mbak Tutut setuju, HT pun senang usulan tersebut disepakati. Mereka pun
diikat oleh sebuah Nota Kesepahaman. Dengan penandatanganan Nota
Kesepahaman pada Februari 2003 tersebut, HT resmi menguasai saham
mayoritas TPI.
Entah kenapa, setalah saham dikuasai oleh HT,
TPI kondisi keuangan TPI dianggap belum stabil. Enam tahun kemudian, tepatnya pada
14 Oktober 2009, Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
mengabulkan Crown Capital Global Limited (CCGL) tuduhan pailit kepada TPI.
Putusan ini sempat diprotes sejumlah ahli hukum, anggota DPR, Komisi Penyiaran
Indonesia, serta tentu saja para pekerja TPI.
Putusan kepailitan pada TPI tersebut,
disinyalir terjadi, karena ada campur tangan Makelar Kasus
(Markus). Betapa tidak, begitu mudahnya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
mengabulkan. Menurut Direktur Utama TPI saat itu, Sang Nyoman, keberadaan
makelar kasus dalam perkara ini disinyalir sangat kuat mengingat sejumlah fakta
hukum yang diajukan ke persidangan tidak menjadi pertimbangan majelis hakim
saat memutus perkara ini.
“Ada pihak yang disebut-sebut mendapat
tugas pemberesan sengketa ini dan mengakui sebagai pengusaha batu bara
berinisial RB,” ujar Nyoman.
Inisial RB ini pernah terungkap, ketika
diadakan rapat pertemuan antara hakim pengawas, tim kurator, dan direksi TPI di
Jakarta Pusat pada 4 November 2009. TPI pun kemudian melakukan kasasi untuk
permohonan peninjauan kembali kasus tersebut kepada Mahkamah Agung. Tepat pada
15 Desember 2009, dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Abdul Kadir
Moppong dengan hakim anggota Zaharuddin Utama dan M. Hatta Ali, memutuskan TPI
tidak pailit.
Meski diputuskan tak pailit, citra TPI tetap
dianggap “pailit”. Sejak 20 Oktober 2010, TPI berganti nama, logo, dan merek
baru secara resmi, yakni MNCTV. Perubahan nama ini merupakan rebranding untuk
kepentingan bisnis, sebagaimana layaknya Lativi di-rebranding menjadi
tvOne. Meski program-program dangdut ala TPI masih dipertahankan, diharapkan
dengan bergantinya nama, penjualan iklan semakin meningkat.
Alasan pemilihan nama MNC TV itu sendiri,
kabaranya nama MNC sudah kuat di market. Boleh jadi hal tersebut benar.
Berdasarkan riset AC Nielsen, di tengah persaingan industri pertelevisian yang
semakin ketat, pada April 2005, MNCTV berhasil mencapai posisi 1 dengan 16,6%
audience share. Pada 2013, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sempat membuat
peringkat 10 Televisi Terbaik, dimana MNC TV berhasil duduk di peringkat ke-2
setelah Trans TV. Peringkat tersebut naik, setelah pada 2012, KPI mendudukkan
MNC TV di peringkat ke-3.
SUMBER: