Minggu, 27 Desember 2015

Mampukah koperasi menjadi sokoguru perekonomian rakyat

Mampukah koperasi menjadi sokoguru perekonomian rakyat
Sebelumnya kita harus mengingat kembali apa itu cita-cita koperasi yang tercantum dalam UU No. 22 Tahun 1992 bahwa para  founding father kita bercita-cita untuk menjadikan Koperasi sebagai sokoguru perekonomian Indonesia. KOPERASI dianggap sebagai badan usaha yang terlalu banyak merepoti pemerintah. Karena banyak kredit program yang diterima Koperasi habis diselewengkan pengelolanya. Nampaknya para penyusun UU No. 22 Tahun 1992 itu (Presiden dan DPR) sudah lupa akan cita-cita tersebut. UUD 1945 pasal 33 memandang koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional, yang kemudian semakin dipertegas dalam pasal 4 UU No. 25 tahun 1992 tentang  perkoperasian.
 Menurut M. Hatta sebagai pelopor pasal 33 UUD 1945 tersebut, koperasi dijadikan sebagai sokoguru perekonomian nasional karena:
1) Koperasi mendidik sikap self-helping.
2) Koperasi mempunyai sifat kemasyarakatan, di mana kepentingan masyarakat harus lebih diutamakan daripada kepentingan dri atau golongan sendiri.
3) Koperasi digali dan dikembangkan dari budaya asli bangsa Indonesia.
4) Koperasi menentang segala paham yang berbau individualisme dan kapitalisme.

Oleh karena itu, seharusnya koperasi perlu dipahami secara lebih luas, yaitu sebagai suatu kelembagaan yang mengatur tata ekonomi kita berlandaskan jiwa dan semangat kebersamaan dan  berdasarkan asas kekeluargaan. Bahwa koperasi Indonesia adalah suatu badan usaha yang seharusnya dapat bergerak di bidang usaha apa saja sepanjang orientasinya adalah untuk meningkatkan usaha golongan ekonomi lemah. Namun keadaan di Indonesia sebaliknya. Terkadang hukum tertulis hanya sebagai atribut penambah dalam menjalankan pemerintahan kita di Indoseia. Saat ini pemerintahn kita di Indonesia lebih focus dalam kegiatan produk ekspor-impor  serta industi-industri besar lainnya yang terjadi Indonesia seperti industri batu bara, tambang emas, manufaktur, teknologi dll. Semua yang dipengaruhi oleh dolar. Terkadang telaku memfokusnya yang besar, pemerintahan kita tidak ingat bahwa sesungguhnya Usaha Menengah dan Usaha Kecil Menengah sangatlah aman, berpengaruh serta bertahan dalam keadaan krisis seklipun. Ingatlah saat Indonesia mengalami krisis berkepanjangan, justru eksistensi KOPERASI nampak nyata.  Saat hampir semua bank-bank besar macam BCA, Bank Lippo (bank swasta) , maupun bank pemerintah: Bank Bumi Daya, Bank Bapindo dan Bank Dagang Negara (yang kemudian ketiga bank terakhir dilebur menjadi Bank Mandiri) dan banyak bank lain pada colaps sehingga menyebabkan Indonesia mengalami defisit yang cukup tinggi dan terjadinya devaluasi atas mata uang asing.
Sedangkan KOPERASI masih bisa menjadi tumpuan anggota dan masyarakatnya dalam hal melayani keperluan modal.  Meskipun demikian, dalam perbankan posisi KOPERASI masih dipandang sebelah mata. Untuk bisa memperoleh kredit dari Bank koperasi harus melengkapi banyak persyaratan yang sering merepotkan. Sehingga keadaan ini lah yang membuat koperasi di Indonesia kewalahan dalam mencarikan kreditan untuk para anggotanya. Memang harus kita akui tak banyak koperasi yang berkedok untuk meraup keuntungan pribada pada oknum-oknum tertentu namun tak sedikit pula koperasi yang benar-benar bertujuan untuk mensejahterahkan anggotanya dengan asas kekeluarga untuk menopang perekonomian Indonesia semakin kuat.

Tujuan pembangunan ekonomi adalah untuk mencapai kemakmuran masyarakat. Ketentuan dasar dalam melaksanakan kegiatan ini diatur oleh UUD 1945 pasal 33 ayat 1 yang berbunyi, ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.”
Dalam penjelasan pasal 33 Uud 1945 ini dikatakan bahwa ”produksi di kerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.”

Penjelasan pasal 33 UUD 1945 ini menempatkan kedudukan koperasi (1) sebagai sokoguru perekonomian nasional, dan (2) sebagai bagian integral tata perekonomian nasional. Menurut Kamus Umum Lengkap karangan wojowasito (1982), arti dari sokoguru adalah pilar atau tiang. Jadi, makna dari istilah koperasi sebagai sokoguru perekonomian dapat diartikan koperasi sebagai pilar atau ”penyangga utama” atau ”tulang punggung” perekonomian. Dengan demikian koperasi diperankan dan difungsikan sebagai pilar utama dalam sistem perekonomian nasional.


Ditinjau dari sisi badan usaha atau pelaku bisnis, ada 3 kelompok pelaku bisnis dalam sistem perekonomian nasional yaitu:
1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
2) Badan Usaha Koperasi (BUK)
3) Badan Usaha Milik Swasta (BUMS)

            Koperasi Sebagai Sokoguru Perekonomian Indonesia merupakan koperasi sebagai pilar utama dalam sistem perekonomian nasional. Dengan tujuan utama koperasi yaitu meningkatkan kesejahteraan anggotanya koperasi dapat menjadi penyangga dalam perekonomian anggotanya. Walaupun disamping itu banyak yang menganggap bahwa keberadaan koperasi terlihat samar dikarenakan apakah badan koperasi ini masih dimiliki oleh perorangan ataupun unit usaha yang dalam pelaksaannya banyak terjadi keganjilan. Tetapi kenyataannya koperasi dapat memberikan manfaat manfaat yang luar biasa yaitu dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan terutama di Indonesia.

 Jadi menurut saya, Koperasi akan mampu menjadi Soko Guru Perekonomian Rakyat jika operasi dapat dikelola dengan baik, jelas, terbuka, dan sukarela atas asas kekeluargaan maka koperasi yang berjalan akan dapat memenuhi tujuan utamanya. Peran pemerintah dalam mengembangkan koperasi ini juga tidak kalah penting. Mulai dari pemerintah yang dapat mendukung perannya dalam koperasi ini masuk ke berbagai kota-kota besar maupun daerah terpencil  dengan pembinaan yang baik, dan jelas serta dapat dikelola dengan sangat baik.

REFERENSI:
Buku PENGEMBANGAN KOPERASI
Pengarang : THOBY MUTIS
Penerbit : PT GRAMEDIA WIDIASARANA INDONESIA,JAKARTA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar